Secara umum, syahnya suatu perjanjian diatur harus memenuhi ketentuan yang diatur oleh pasal 1320 KUHperdata beserta pasal-pasal yang diatur oleh pasal-pasal yang melindungi pasal tersebut, ialah pasal 1321-1329 KUHperdata. Setiap perjanjian asuransi jiwa harus memenuhi syarat-syarat umum berikut:
a. Sepakat mereka mengikat diri
b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
c. Suatu hal tertentu
d. Suatu sebab yang halal
Ke empat hal tersebut diatas tidak boleh melakukan karena adanya kehilapan, paksaan ataupun karena tipuan. Sedangkan untuk persyaratan khusus bagi perjanjian asuransi jiwa biasanya ada persyaratan baku yang sudah disiapkan oleh perusahaan asuransi jiwa, seperti contoh: pihak asuransi Prudential menyiapkan suatu formulir Surat Pengajuan Asuransi Jiwa (SPAJ).[1]
1. Pihak-Pihak Dalam Perjanjian Asuransi Jiwa
a. Pihak pertama ialah penanggung, yang pada umumnya adalah perusahaan asuransi jiwa. Penanggung atau perusahaan asuransi jiwa dengan sadar menyediakan diri untuk menerima dan mengambil alih risiko pihak lain. [2] Penerimaan risiko ini diikuti dengan janji, bahkan ia akan memberikan penggantian kepada pihak lain itu apabila yang bersangkutan menderita kerugian karena kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan di deritannya karena suatu peristiwa. Dengan demikian penanggung memberikan suatu proteksi, terhadap kemungkinan kerugian ekonomi yang diderita oleh tertanggung. Peralihan risiko kepada penanggung dari tertanggung harus di ikuti dengan suatu pembayaran sejumlah uang tertentu yang disebut premi. Proteksi yang diberikan oleh penanggung kepada tertanggung pada dasarnya sangat bervariatif tertanggung kepada jenis risiko yang dapat terjadi dan sesuai dengan kemampuan penanggung untuk menerimannya. Dengan demikian proteksi yang sama dapat ditawarkan kepada calon-calon tertanggung atau masyarakat luas. Apabila tawaran diterima oleh para calon tertanggung terjadilah perjanjian asuransi jiwa atau pertanggungan.
b. Pihak kedua adalah tertanggung, yang dapat menduduki posisi tersebut dalam perorangan, kelompok orang atau lembaga, badan hukum termasuk perusahaan atau siapapun yang dapat menderita kerugian. Jadi dalam hal ini, siapapun yang mempunyai peluang atau kemungkinan menderita kerugian dapat mengalihkanya kepada perusahaan asuransi sebagai penanggung. Peralihan risiko hanya mungkin terjadi dengan mengadakan perjanjian asuransi jiwa atau pertanggungan.
2. Sifat Dan Ciri Yang Khusus Dalam Perjanjian Asuransi
Dari pasal 246 KUHD dapat disimpulkan bahwa asuransi merupakan timbal balik yang berarti masing masing pihak mempunyai hak dan kewajiban yang saling berhadap hadapan. Oleh sebab itu dalam hubungan dengan pemegang polis, disamping harus melaksanakan kewajiban-kewajibannya juga perlu mendapat perlindungan untuk menuntut hak-haknya. Adanya peraturan yang memeadai dan mudah difahami akan sangat membantu pemegang polis. [3]
a. H. Gunanto:[4]
Perjanjian asuransi merupakan perjanjian aletoir, dan bukan perjanjian kommutatif adalah bahwa prestasi dari penanggung untuk memberikan ganti rugi atau sejumlah uang kepada tertanggung diganti kepada peristiwa yang belum pasti terjadi. Dengan demikian terdapat kesenjangan waktu di antara prestasi tertanggung membayar premi dengan haknya mendapat ganti rugi dari penanggung. Hal demikian berlainan dari perjanjian jenis lain yang pada umumnya prestasi kedua pihak dilaksanakan secara serentak. Oleh karena adanya syarat bagi pelaksana prestasi penanggung tersebut maka perjanjian asuransi disebut pula sebagai perjanjian bersyarat.
Perjanjian asuransi merupakan perjanjian sepihak (unilateral). Maksudnya bahwa perjanjian dimaksud menunjukan bahwa hanya satu pihak saja yang memberikan janji yaitu pihak penanggung. Penanggung memberikan janji akan mengganti kerugian, apabila penanggung sudah membayar premi dan polis sudah berjalan, sebaliknya tertanggung tidak menjanjikan suatu apa pun.
Perjanjian asuransi adalah perjanjian yang melekat pada syarat penanggung (adhesion), karena didalam perjanjian asuransi pada hakikatnya syarat dan kondisi perjanjian hampir seluruhnya ditentukan dan diciptakan oleh penanggung/perusahaan asuransi sendiri, dan bukan karena adanya kata sepakat yang murni atau tawar menawar. Oleh karena itu dapat dianggap bahwa kondisi perjanjian asuransi sebagian terbesar ditentukan secara sepihak oleh penanggung sehingga penanggung dianggap sebagai penyusun perjanjian dan mengetahui banyak tentang apa yang akan dikemukakan. Akibatnya apabila pengertian yang tidak jelas, harus diuntungkan pihak tertanggung.
A. Pengertian Asuransi Atau Pertanggungan Dan Asuransi Jiwa
1. Istilah dan definisi asuransi
Istilah asuransi, menurut pengertian riilnya, adalah iuran bersama untuk meringankan beban individu, kalau beban tersebut menghancurkannya. Konsep asuransi yang paling sederhana dan umum adalah suatu persedian yang disiapkan oleh sekelompok orang, yang bisa tertimpa kerugian, guna menghadapi kejadian yang tidak dapat diramalkan, sehingga bila kerugian tersebut menimpa salah seorang di antara mereka maka beban kerugian akan disebarkan ke seluruh kelompok.[7]
Menurut ketentuan pasal 246 KUHD:
“Asuransi atau Pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seseorang penanggung mengikat diri kepada seseorang tertanggung, dengan menerima suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritannya karena suatu peristiwa yang tak tentu.”
Definisi asuransi menurut Prof. Mehr dan Cammack: [8]
“Asuransi merupakan suatu alat untuk mengurangi resiko keuangan, dengan cara pengumpulan unit-unit exposure dalam jumlah yang memadai, untuk membuat agar kerugian individu dapat diperkirakan. Kemudian kerugian yang dapat diramalkan itu dipikul merata oleh mereka yang tergabung”.
Definisi asuransi menurut Prof. Mark R. Green:
“Asuransi adalah suatu lembaga ekonomi yang bertujuan mengurangi risiko, dengan jalan mengkombinasikan dalam suatu pengelolaan sejumlah obyek yang cukup besar jumlahnya, sehingga kerugian tersebut secara menyeluruh dapat diramalkan dalam batas-batas tertentu”.
Definisi asuransi menurut C.Arthur William Jr dan Richard M. Heins, yang mendefinisikan asuransi berdasarkan dua sudut pandang, yaitu:
a. Asuransi adalah suatu pengaman terhadap kerugian finansial yang dilakukan oleh seorang penanggung.
b. Asuransi adalah suatu persetujuan dengan mana dua atau lebih orang atau badan mengumpulkan dana untuk menanggulangi kerugian finansial.
Berdasarkan definisi pasal 246 KUHD tersebut dapat di uraikan unsur-unsur asuransi atau pertanggugan sebagai berikut:[9]
a. Pihak-pihak
Subjek asuransi adalah pihak-pihak dalam asuransi, yaitu penanggung dan tertanggung mengadakan perjanjian asuransi. Penanggung dan tertanggung adalah pendukung kewajiban dan hak. Penanggung wajib menanggung risiko yang dialihkan kepadanya dan berhak memperoleh pembayaran premi, sedangkan tertanggung wajib membayar premi dan berhak memperoleh penggantian jika timbul atas harta yang di asuransikannya.
b. Status Pihak-pihak
Penanggung harus berstatus sebagai perusahaan badan hukum, dan berbentuk Perseroan Terbatas (PT), Perusahaan Perseroan (persero) atau koperasi. Tertanggung dapat setatus perseorangan, persekutuan, atau badan hukum, baik sebagai perusahaan ataupun bukan perusahaan. Tertanggung berstatus sebagai pemilik atau pihak berkepentingan atas harta yang diasuransikan.
c. Objek Asuransi
Objek asuransi dapat berupa benda, hak atau kepentingan yang melekat pada benda, dan sejumlah uang yang disebut premi atau ganti kerugian. Melalui objek asuransi tersebut ada tujuan yang ingin dicapai oleh pihak-pihak. Penanggung bertujuan memperoleh pembayaran sejumlah premi sebagai imbalan pengalihan risiko. Tertanggung bertujuan bebas dari risiko dan memperoleh penggantian jika timbul kerugian atas harta miliknya.
d. Peristiwa Asuransi
Peristiwa asuransi adalah perbuatan hukum (legal act) berupa persetujuan atau kesepakatan bebas antara penanggung atau tertanggung mengenai objek asuransi, peristiwa tidak pasti (evenemen) yang mengancam benda asuransi, dan syarat syarat yang berlaku bagi asuransi. Persetujuan atau kesepakatan bebas tersebut dibuat dalam bentuk tertulis berupa akta yang disebut polis. Polis ini merupakan satu-satunya alat bukti yang dipakai untuk membuktikan telah terjadi asuransi.
e. Hubungan Asuransi
Hubungan asuransi yang terjadi antara penanggung dan tertanggung adalah keterikatan (legally bound) yang timbul karena persetujuan dan kesepakatan bebas. Keterikatan tersebut berupa kesediaan secara sukarela dari penanggung dan tertanggung untuk memenuhi kewajiban dan hak masing-masing terhadap satu sama lain. Artinya sejak terjadi kesepakatan asuransi, tertanggung terikat dan wajib membayar premi asuransi kepada penanggung, dan sejak itu pula penanggung menerima pengalihan risiko. Jika terjadi evenemen yang menimbulkan kerugian atas benda asuransi, penanggung wajib membayar kerugian sesuai dengan ketentuan polis asuransi, jika tidak terjadi evenemen, premi yang sudah dibayar oleh penenggung tetap menjadi pemilik penanggung.
Salah satu unsur penting dalam peristiwa asuransi yang terdapat dalam rumusan Pasal 246 KUHD adalah ganti kerugian. unsur tersebut hanya menuunjuk kepada asuransi kerugian yang objeknya harta kekayaan.
No comments:
Post a Comment