Sunday 16 October 2011

Analisis SWOT

Dea Ramandha

Rabu, 10 November 2010
ANALISIS SWOT PERUSAHAAN NOKIA
A. PENGERTIAN

PROSES MANAJEMEN STRATEGIS adalah sebuah proses delapan langkah yang mencakup perencanaan strategis, pelaksanaan atau penerapan dan evaluasi.

SWOT merupakan kependekan dari Strenght (kekuatan) Weakness (kelemahan) Opportunity (kesempatan) dan Threat (ancaman / virus).
Selain empat komponen dasar ini, analisa SWOT, dalam proses penganalisaannya akan berkembang menjadi beberapa Subkomponen yang jumlahnya tergantung pada kondisi organisasi. Sebenarnya masing-masing subkomponen adalah pengejawantahan dari masing-masing komponen, seperti Komponen Strength mungkin memiliki 12 subkomponen, Komponen Weakness mungkin memiliki 8 subkomponen dan seterusnya.

MATRIK SWOT adalah alat untuk menyusun faktor-faktor strategis organisasi yang dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi organisasi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya.

IFAS (Internal Strategic Factors Analysis Summary) adalah ringkasan atau rumusan faktor-faktor strategis internal dalam kerangka KEKUATAN (Strengths) dan KELEMAHAN (Weaknesses).

EFAS (External Strategic Factors Analysis Summary) adalah ringkasan atau rumusan faktor-faktor strategis eksternal dalam kerangka KESEMPATAN (Opportunities) dan ANCAMAN (Threats).

STRATEGI SO adalah strategi yang ditetapkan berdasarkan jalan pikiran organisasi yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.

STRATEGI WO adalah strategi yang ditetapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.

STRATEGI ST adalah strategi yang ditetapkan berdasarkan kekuatan yang dimiliki organisasi untuk mengatasi ancaman.

STRATEGI WT adalah strategi yang ditetapkan berdasarkan kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.
kekuatan yang dimaksud disini adalah kekuatan suatu perusahaan mengelola kinerja perusahaan agar dapat bersaing dengan perusahaan lain.



saya akan memberikan salah satu contoh SWOT di perusahaan handphone NOKIA

• Strenght
kekuatan yang terdapat pada perusahaan NOKIA
1. memiliki brand-image yang melekat di masyarakat
2. Desain produk-produk Nokia sangat baik dan diunggulkan.
3. Nokia merupakan supplier high-end mobile handsets.
4. Teknologi yang diciptakannya mengikuti perkembangan jaman.
5. Nokia senantiasa melakukan inovasi-inovasi pada perkembangan produknya
6. Nokia menawarkan produk-produk yang berkualitas

• Weakness
kelemahan yang terdapat pada perusahan NOKIA
1. Adanya tekanan yang ketat pada karyawan untuk mencapai sasaran-sasaran yang membuat karyawan berusaha menjual teknologi rahasia Nokia kepada para pesaingnya.
2. Pengalaman dalam mengelola perusahaan global masih terbatas.
3. Budaya Korea yang lebih menekankan hirerki yang dapat menghambat ide-ide kreatif atau pendapat yang berbeda

4. Untuk beberapa versi Handphone yang di ciptakan, masih banyak kesalahan di bagian software dan komponen handphone

• Opportunity
kesempatan yang terdapat pada perusahaan NOKIA
1. Produk-produk yang ditawarkan Nokia merupakan produk teknologi terkini, yang sangat di cari orang
baik dari segi design maupun applikasi yang ada
2. Adanya peningkatan permintaan masyarakat akan barang-barang elektronik yang sudah merupakan suatu kebutuhan.
3. Tingkat gengsi pada masyarakat yang selalu ingin memiliki produk elektronik terbaru dan tercanggih.
4. Permintaan masyarakat pada produk-produk yang gaya, best practice, simple, dan respon yang cepat pada perubahan-perubahan pasar.

• Threat
ancaman yang terdapat pada perusahaan NOKIA
1. Munculnya produk-produk baru yang lebih inovatif dari perusahaan lain
2. Adanya produk-produk dari perusahaan lain yang menawarkan harga yang lebih murah dengan kualias yang tidak kalah bagus
3. Terjadinya krisis financial menyebabkan turunnya daya beli masyarakat
4. Era globalisasi yang dapat mendorong perusahaan Eropa masuk dan melakukan penetrasi pasar Asia.

Departementalisasi

Macam/Jenis Bentuk-Bentuk Struktur Organisasi / Departementalisasi Perusahaan Bisnis
Wed, 10/10/2007 - 8:23pm — godam64

Pegawai atau karyawan dalam suatu perusahaan terhubung dalam suatu kesatuan struktur yang menyatu dengan tujuan agar pekerjaan yang ada dapat terselesaikan dengan lebih baik dibandingkan tanpa adanya pembagian bagian tugas kerja.

Untuk melakukan pengumpulan orang-orang dalam suatu unit, divisi, bagian ataupun departemen dengan tugas pekerjan yang berkaitan diadakan kegaitan departementalization atau departementalisasi.

Pembagian departemen atau unit pada struktur organisasi dapat dibagi menjadi 3 (tiga) macam :

1. Departementalisasi Menurut Fungsi

Pada pembagian ini orang yang memiliki fungsi yang terikat dikelompokkan menjadi satu. Umum terjadi pada organisasi kecil dengan sumber daya terbatas dengan produksi lini produk yang tidak banyak. Biasanya dibagi dalam bagian keuangan, pemasaran, umum, produksi, dan lain sebagainya.

2. Departementalisasi Menurut Produk / Pasar

Pada jenis departementalisasi ini orang-orang atau sumber daya yang ada dibagi ke dalam departementalisasi menurut fungsi serta dibagi juga ke dalam tiap-tiap lini produk, wilayah geografis, menurut jenis konsumen, dan lain sebagainya.

3. Departementalisasi Organisasi Matrix / Matriks

Bentut organisasi matriks marupakan gabungan dari departementalisasi menurut fungsional dan departementalisasi menurut proyek. Seorang pegawai dapat memiliki dua posisi baik secara fungsi maupun proyek sehingga otomatis akan memiliki dua atasan / komando ganda. Proyek biasanya diadakan secara tidak menentu dan sifatnya tidak tetap.

Organizing

Struktur Organisasi Perusahaan
Dengan melakukan pemilihan serta penentuan struktur organisasi yang tepat dan sesuai dengan situasi dan kondisi dalam perusahaan maka pencapian tujuan perusahan akan lebih terarah. Selain itu denga struktur organisasi yang jelas dan baik maka akan dapat diketahui sampai dimana wewenang dan tanggung jawab yang dimiliki oleh seseorang dalam menjalankan tugasnya. Dalam menjalankan aktivitas usahanya, P.T. TIFICO Tbk menerapkan struktur organisasi fungsional dimana organisasi menrut fungsi menyatukan semua orang yang terlibat dalam satu aktivitas yang disebut fungsi dalam satu group. P.T. TIFICIO Tbk mempunyai empat group yaitu group administrasi ( Administrasi Group ), group produksi ( Production Group ), group machinery ( Machinery Group ), ISO 9002 & 14000 Project. Namun disamping beberapa departemen dan sub departemen, seperti di tunjukkan dalam lampiran 1.

Adapun tugas dan tanggung jawab dari elemen organisasi pada P.T. TIFICO Tbk secara singkat dapat dikemukakan sebagai berikut :

General Manager Manufacturing (GMM)
Memimpin perusahaan dan bertanggung jawab terhadap seluruh kelangsungan hidup perusahaan . Dalam menjalankan tugasnya GMM dibantu oleh empat divisi.
Division
Memimpin group dan bertanggung jawab atas beberapa departemen yang ada dibawahnya. Ada empat group dalam struktur organisasi P.T. TIFICO Tbk yaitu : group administrasi, group produksi, group machinery, dan ISO 9002 & 14000 Project
Safety and Environmental Control Departement
Departemen ini bertugas memberikan pembinaan mengenai keselamatan kerja karyawan, membuat standar pakaian dan alat kerja sehingga dalam bekerja karyawan mendapatkan jaminan keselamatan dan apabila terjadi kecelakaan perusahaan akan bertanggung jawab, sepenuhnya dengan catatan ketika kecelakaan terjadi karyawan telah memakai pakaian dan alat keselamatan kerja sesuai standar perusahaan. Bertanggung Jawab atas keberlangsung kondisi lingkungan hidup akibat dampak dari aktivitas produksi perusahaan. Berkaitan dengan hal itu maka departemen ini mengawasi dan mencegah terjadinya polusi dan pecemaran, mengatur gas buang, mengolahan limbah dan emisi.
General Affair Departement

Adalah bagian umum yang bertanggung jawab atas :

1) Penyediaan saranan pakaian dan alat keselamatan kerja seperti sabuk pengaman ( safety belt ), topi (heln met ), baju ( uniform ), sepatu anti setrum.
2) Menyediakan dan memelihara fasilitas kantin, Mushola, poliklinik, apotik, asrama, dan perumahaan ( dormitory and mess) karyawan
3) Menentukan rumah sakit, dokter, apotik yang ditunjuk untuk pelayanan karyawan dan keluarganya.
4) Penyedian alat-alat tenaga kerja
5) Pengawasan kesehatan karyawan
6) Penyediaan air minum
7) Penyediaan sarana transportasi anatr jemput karyawan
8) Serta fungsi sebagai humas misalnya masalah eksternal perusahaan menangani jamsostek, menentukan Rumah Sakit yang dituju.
Personalia Departement
Departement personlia bertanggung jawab atas ketenagakerjaan mulai dari rekruitment karyawan, penggajian, kenaikan jabatan (promosi), penilaian prestasi kerja, penghargaan karyawan secara langsung maupun tidak langsung, pengadaan keamanan (securty) perusahaan
Accounting Departememt
Bertanggung jawab terhadap masalah keuangan, adapun untuk mengaudit keuangan perusahaan dilakukan oleh tim audit dari kuar perusahaan
Purchasing 1 & 2 Departememt
Purchasing 1 bertanggung jawab dalam penyediaan pergudangan dan penyediaan bahan baku ( lokal maupun import ), sedangkan Purchasing 2 bertanggung jawab dalm masalah transportasi bahan baku dan barang produksi.
Polymerrization Production Departement
Mempunyai tugas pokok membuat bahan baku untuk produksi, berupa chips yang diproses dari bahan pokoknya yaitu : Ethelyne Glycol (EG) dan Terepthalic Pure Acid (TPA).
Polymer Tecnology Departement
Melakukan riset dan pengembangan bahan baku chips
Staple Fiber Production Departement
Departement yang tugas pokoknya memproduksi kapas polyester ( Staple Fiber)
Staple fiber Tecnology Departement
Mempunyai tugas pokok melakukan penelitian dan pengembangan produk kapas polyester.
FOY Production Departement
Departement yang menghasilkan benang polyester dengan berbagai macam jenisnya .
Quality Departement
Membuat standar kualitas filament yang didasarkan pada hasil riset
Control Departement
Melakukan pengawasan secara ketat terhadap proses produksi filament.
Spinning Draw Yarn (SDY) Production Departement
Departement yang menghasilkan filament (benang) dengan menggunakan padat teknologi
Draw Texture yarn (DTY) Production Departement
Departement yang membuat texture benang sesuai dengan keinginan konsumen
Maintenance 1 & 2 Departement
Mempunyai tugas pokok menjaga, merawat, dan memperbaiki peralatan mesin-mesin yang ada TIFICO
Electricity & Maintenance Departement
Mempunyai tugas pokok menjaga, merawat dan memperbaiki peralatan eletronika yang ada TIFICO
Utility 1 & 2 Departement
Mempunyai tugas pokok memasok sumber tenaga listrik, air dan netrogen
ISO 9002 Group
Mempunyai tugas pokok mengadakan pengembangan dan pengawasan ISO
Posted by Yudhi at Wednesday, January 23, 2008

Decision Making

PERENCANAAN STRATEGIS (STRATEGIC PLANNING)
Posted: April 21, 2009 by Rahmaddin MY in Serba Serbi
9

Perencanaan merupakan salah satu empat fungsi manajemen yang penting dan saling terkait satu sama lain. Berbicara tentang perencanaan, kita dihadapkan pada pertanyaan apakah suatu rencana berjalan dengan baik atau tidak. Pertanyaan mendasar ini kiranya aktual diajukan manakala kita melihat realitas keseharian yang menunjukkan banyaknya kegagalan akibat perencanaan yang salah dan tidak tepat. Kesalahan perencanaan dapat berada pada awal perencanaan itu sendiri ataupun pada saat proses perencanaan itu berlangsung.

Banyak perencanaan pemerintah yang gagal gara-gara apa yang direncanakan tersebut tidak mempunyai pijakan yang relevan dengan kondisi sosial budaya masyarakat. Bahkan kadang-kadang alih – alih prrgram yang dilaksanakan dapat memberdayakan masyarakat, akan tetapi pada akhirnya ternyata malah menciptakan ketergantungan masyarakat kepada pemerintah. Artinya pemerintah selalu memberikan ikan, bukan kail seperti yang sering disampaikan oleh beberapa pakar. Melihat kenyataan ini, timbul tanda tanya besar bagi perencana, kenapa hal ini terjadi. Tulisan singkat ini berusaha mendeskripsiklan kajian perencanaan dalam perspektif yang mendasar berkaitan dengan filosofi , tujuan dan proses perencanaan tanpa pretensi dapat menjelaskan semuanya.
Dengan demikian, menurut Tjokroamidjojo (1992, 14) terdapat 5 (lima) hal pokok yang perlu diketahui dalam perencanaan ataupun perencanaan pembangunan, yakni :

· Permasalahan-permasalahan pembangunan suatu negara/masyarakat yang dikaitkan dengan sumber-sumber pembangunan yang dapat diusahakan, dalam hal ini sumber-sumber daya ekonomi dan sumber-sumber daya lainnya.

· Tujuan serta sasaran yang ingin dicapai.

· Kebijaksanaan dan cara untuk mencapai tujuan dan sasaran rencana dengan melihat penggunaan sumber-sumbernya dan pemilihan alternatif-alternatifnya yang terbaik.

· Penterjemahan dalam program-program atau kegiatan-kegiatan usaha yang konkrit.

· Jangka waktu pencapaian tujuan.
Perencanaan adalah merumuskan tujuan usaha , produsen , metode dan jawdal pelaksanaannya di dalamnya termasuk ramalan tentang kondisi di masa yang akan datang dan perkiraan akibat dari rencana terhadap kondisi tersebut. Dengan demikian maka perencanaan adalah penentuan tujuan yang akan dicapai atau yang akan dilakukan , bagaimana , bilamana dan oleh siapa (Aji dan Sirait , 1982).
Secara teknis, perencanaan pembangunan daerah menurut Piran Wiroatmodjo dkk ( 2001 ; 42 ), terdiri atas kegiatan-kegiatan yang dapat dikelompokkan menjadi unsur-unsur perencanaan sebagai berikut :

1. Persiapan Perencanaan.

2. Pengumpulan dan analisis data.

3. Penentuan hasil yang diharapkan dari pembangunan daerah secara keseluruhan (visi pembangunan total).

4. Penentuan Strategi pembangunan daerah.

5. Penentuan sasaran-sasaran pada setiap sector pembangunan.

6. Penentuan strategi pelaksanaan untuk mencapai hasil yang diharapkan pada setiap sasaran pada setiap sector.
Type/Jenis Perencanaan

Ada dua tipe dasar perencanaan dasar yaitu (James Af Stoner dan R . Edward Freeman, 1994) :

1. Perencanan strategis, perencanaan yang dilakukan oleh para manajer puncak dan menengah untuk mencapai tujuan organisasi yang lebih luas, dan
2. Perencanaan operasional , perencanaan yang memperlihatkan bagaimana perencanan strategis akan diimplementasikan dalam kegiatan sehari – hari.
2. PANDANGAN UMUM (GENERAL OBJECTIVES)

Sebelumnya banyak dari rencana dan perencanaan dibuat sebagai suatu keperluan , baik secara sosial maupun ekonomi . Tujuan utama dari catatan ini yaitu adanya pertimbangan yang disebabkan oleh dua pemikiran : 1) menyangkut lingkungan dimana masyarakat tinggal (Beer 1975 : Emery 1974). 2) kepercayaan terhadap tindakan manusia yang rasional dalam meningkatkan kondisi kehidupan (Ozbekhan 1968).

Perencanaan adalah suatu format yang diintervensi dengan tujuan mempengaruhi perubahan struktur sosial yang secara sadar dan masuk akal untuk dilakukan . Segi pandangan ini serupa dengan yang dikemukakan oleh Faludi (1973) yang mengakui bahwa Perencanaan merupakan suatu tindakan dengan kepuasan diri seseorang untuk menyajikan pilihan dalam suatu format dari akibat proses perencanaan yang masuk akal dan benar-benar memiliki kasus. Pandangan perencanaan ini serupa di dalam konteks yang berbeda dengan sistem operasional riset. Quade (1968) menggambarkan dengan analisa sistem yaitu suatu pendekatan sistematis untuk membantu pembuat keputusan dengan menyelidiki semua masalah , mencari sampai dapat sasaran dan beberapa alternatif tindakan. Pandangan lain mengemukakan bahwa perencanaan merupakan aktivitas yang tujuan utamanya mengarah untuk memproduksi perubahan terhadap sikap dan prilaku individu. Roger Everett (1962) membicarakan tentang “Difusi Inovasi” dalam konteks ini telah menguji beberapa cara yang inovatif seperti gagasan baru dan praktek yang diadopsi oleh komunitas atau kelompok yang berbeda. Disini perhatian terpusat pada perubahan di dalam pola sosial tradisional.

Sehingga sampailah pada pertanyaan yang menyangkut struktur strategi perencanaan. Tetapi barangkali secara realitas adalah bagaimana cara mengembangkan struktur tersebut dan dapat diambil beberapa konsep tentang perencanaan dalam mencapai sasaran perencanaan yaitu :

* Menetapkan kerangka kerja untuk tindakan dasar masa depan diatas kepentingan masyarakat.
* Menyiapkan visi terpadu untuk mengorganisir.
* Menyiapkan suatu alat ukur yang layak dan akurat serta menetapkan target yang dievaluasi .

· Mengurangi dan merespon dari kebutuhan masyarakat dan pemilik lain.

· Lebih fleksibel dan mudah diperbaharui.

· Lebih mudah dimengerti oleh masyarakat dan lebih sangat berarti jika dihubungkan dengan operasional perencanaan dan keuangan.

Dengan memperkenalkan konsep perencanaan ini struktur bisa terbentuk baik dalam skala ukuran besar maupun kecil sehingga menghasilkan perubahan dalam kehidupan masyarakat.

3. PROSES PERENCANAAN

Proses perencanaan dalam manajemen merupakan aktivitas yang berusaha memikirkan apa saja yang akan dikerjakannya, berapa ukuran dan jumlahnya, siapa saja yang akan melaksanakan dan mengendalikannya agar tujuan organisasi dapat tercapai. Gagasan mengenai perencanaan pada awalnya berkembang dari pemikiran ekonomi yang didasarkan pada masalah kebutuhan, yakni bagaimana pengaturan sumber-sumber yang terbatas dari suatu kebutuhan yang besar, luas dan terus berkembang. Dalam konteks ini termuat dimensi kalkulasi, prediksi dan pengaturan.
Tahap implementasi sebagai salah satu bagian dalam proses perencanaan merupakan pelaksanaan terhadap suatu kebijakan yang telah diambil (diputuskan) dengan menggunakan sumber-sumber yang tersedia (manusia dan finansial) oleh unit-unit administrasi. Kamus Webster (Wahab, 2001; 64), merumuskan bahwa mengimplementasikan (to implement) diartikan sebagai menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu (to provide the means for carrying out), menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu (to give practical effect to). Sedangkan Meter dan Horn (Wahab, 2001 ; 65) merumuskan proses implementasi sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu/pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan (those actions by public or private individuals (or groups)that are directed at the achievement of objectives seth for in prior policy decisions).

Menurut Thompson dan Strickland (1996) ada banyak pendekatan dalam melakukan perencanaan, yaitu:

1. The Master Strategist Approach, dimana proses perencanaan sangat didominasi oleh satu orang yang disebut sebagai ahli strategi. Perencanaan ini sesuai untuk organisasi yang masih bersifat sederhana dengan banyak staf karyawan yang masih belum siap untuk melakukan perencanaan.

2. The Delegate it to others, pendekatan dimana pemimpin cenderung untuk melemparkan pekerjaan perencanaan kepada level manajemen dibawahnya. Biasanya pemimpin yang melakukan hal ini kurang menguasai bidang usaha yang dipimpinnya.

3. Model collaborative approach yang merupakan kerja dari seluruh anggota organisasi. Pendekatan ini akan memberdayakan anggota organisasi pada level menengah dan bawah, serta selaras dengan kepentingan dan keinginan pimpinan.

4. The Champion approach, cara pembuatan perencanaan usaha yang biasanya dilakukan pada organisasi yang terdiversifikasi dan berskala besar, dimana pimpinan puncak tinggal melakukan koreksi dan evaluasi dari perencanaan yang diajukan oleh unit bisnis-unit bisnisnya.

Penentuan pendekatan dalam proses perencanaan strategis merupakan langkah awal yang penting dan menentukan untuk peluang diterapkannya strategi yang akan direncanakan. Pemilihan pendekatan ini sangatlah ditentukan oleh sifat dan skala organisasi, model dan kompetensi kepemimpinan, serta kapasitas dan kemampuan staf organisasi untuk melakukan perencanaan. Setelah melakukan perencanaan usaha, maka langkah penting selanjutnya adalah bagaimana mengimplementasikan rencana usaha.

.Mengadaptasi pemikiran Thompson dan Strickland, di Indonesia dalam merencanakan pembangunan dapat dikategorikan kedalam perencanaan Model collaborative approach atau perencanaan partisipatif, dimana semua unsur masyarakat diharapkan terlibat aktif baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan pembangunan. Model ini menjadi acuan dalam proses-proses pembangunan karena lebih sesuai dengan kultur Indonesia dimana sistem kekerabatan, gotong royong dan musyawarah merupakan bagian integral dari kehidupan sosial. Dari model perencanan yang melibatkan partisipasi masyarakat ini ada banyak manfaat yang dapat dipetik yaitu :

§ Tahap Perencanan melahirkan Sense of identification

§ Tahap implementasi melahirkan sense of integrity (rasa kesatuan, kebersamaan, kekeluargaan, kegotongroyongan)

§ Tahap pemanfaatan hasil melahirkan sense of belonging (rasa memiliki)

§ Tahap evaluasi melahirkan sense of responsibility (rsa ikut bertanggung jawab terhadap hasil-hasil pembangunan yang termanifestasi dalam bentuk pengawasan secara berlanjut).

Adapun strategi pengembangan partisipasi meliputi :

§ Strategi penyadaran masyarakat (dari sisis peranan aparat pemerintah local)

§ Rencana pembangunan harus disesain dalam skala kecil, dalam skala organisasi pelaksana kecil, wilayah operasinya kecil, target penerima manfaat kecil.

§ Berdimensi self-help (menolong diri sendiri)

Lima tahap dalam metode perencanaan partisipatif :

1. Pengumpulan, analisis dan interpretasi data.

Prisnsip-prinsip pengumpulan data :

§ Pengumpulan data dilakukan oleh anggota masyarakat

§ Data minimal harus menjadi prinsip

§ Data yang dikumpulkan harus disesuaikan dengan kegiatan yang direncanakan

§ Peralatan pengumpulan data, format data, bentuk-bentuk survey harus sesesderhana mungkin agar mudah dipahami dan dapat ditabulasi sendiri oleh anggota masyarakat

§ Proses pengumpulan data dilakukan dengan cara sukarela (mobilisasi, pelatihan, perencanan dan manajemen)

2. Identifikasi masalah dan kebutuhan, harus diperhatikan :

§ Kebutuhan masyarakat dengan memberikan prioritas kepada kebutuhan kelompok yang lebih dominant (banyak)

§ Kepentingan masyarakat dalam menyelesaikan masalah-masalah dan kesediaannya untuk menyediakan sumberdaya.

§ Tahapan (urutan) penyelesaian masalah harus didasarkan kepada jumlah dan besarnya masalah yang dihadapi

§ Keterkaitan dengan masalah yang satu dengan yang lain karena mungkin masalah yang satu dipengaruhi atau disebabkan oleh masalah lainnya.

3. Analisis Kesulitan dan Hambatan

ü Strategi Pembatasan dapat digunakan untuk mengidentifikasi hambatan-hambatan ang dihadapi, karena strategi ini dapat memformulasikan kecenderungan-kecenderungan social, ekonomi dan kondisi geografis serta ketersedian sumberdaya.

ü Beberapa hal penting dari suatu strategi adalah :

o Menetapkan tanggung jawab untuk tugas tertentu dan menentukan jumlah dan kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan. Jika kualifikasi tenaga yang dibutuhkan tidak tersedia mak dibentuk pelatihan seseuai dengan kebutuhan. Memperhatikan kebutuhan tekhnis.

o Paket pelayanan yang dibutuhkan untuk setiap jenis input.

o Melengkapi struktur organisasi dan keterkaitan dengan instansi pemerintah untuk pelaksanaan suatu kegiatan.

o Rencana pelaksanaan yang detail dari setiap aktivitas.

o Menetapkan jumlah dana yang dibutuhkan, sumber-sumber pendanaan (pemerintah, masyarakat, dsb).

o Mendisain system monitoring yang partisipatif.

o Penyusunan kerangka perencanaan pembangunan.

1. Penetapan Tujuan :

§ Tujuan ditetapkan berdasarkan hasil kajian tentang masalah yang dihadapi oleh daerah yang bersangkutan.

- Keterkaitan antara tujuan yang berbeda.

- Tujuan yang ditetapkan dapat diterima oleh senua komponen masyarakat.

- Kelayakan pencapaian tujuan diuji berdasarkan ketersediaan input (tenaga, bahan baku, pembiayaan dari pemerintah, masyarakat, swasta)

- Jangka waktu pencapaian tujuan harus jelas.

- Lokasinya spesifik

- Menetapkan kelompok sasaran.

5. Kerangka kelembagaan yang dibutuhkan

Sejumlah kelompok silibatkan dalam masyarakat (kolaborasi) :

- Kelembagaan penduduk local

- Pemerintah

- L S M

- Swasta

- Lembaga Internasional

Menurut Pian Wiroatmodjo dalam kegiatan pembangunan yang dilaksanakan berdasarkan usulan/aspirasi dari masyarakat, (keterpaduan bottom up – top down planning) dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

1. Musyawarah pembangunan tingkat desa/kelurahan (Musbangdes).

2. Temu Karya Pembangunan Tingkat Kecamatan.

3. Rapat Koordinasi Pembangunan (Rakorbang) tingkat Kabupaten/Kota.

4. Rapat Koordinasi Pembangunan (Rakorbang) tingkat Propinsi.

5. Konsultasi Regional Pembangunan (Konregbang) sebagai forum kebersamaan antar propinsi pada wilayah regional yang bersangkutan.

6. Konsultasi Nasional Pembangunan (Konasbang) sebagai forum perencanaan pembangunan di Pusat menjelang penyusunan RAPBN.

Dalam proses ini perlu mendapat perhatian adalah perlunya upaya terus menerus meningkatkan kualitas bottom up planning. Agar didapat perencanaan yang mencerminkan kondisi yang ada dan dihadapi oleh masyarakat di tingkat bawah. Sehingga pada akhirnya nanti pada saatnya pelaksanaan akan mendapatkan simpati dan pastisipasi masyarakat secara penuh, mengingat pelaksanaan pembangunan tersebut merupakan hasil aspirasi dan benar-benar pemecahan permasalahan yang sedang dihadapinya.

Dari perencanaan yang baik tersebut diharapkan dapat tersaring kebutuhan masyarakat yang mana yang benar-benar mendapatkan prioritas pemecahan utama dan mana yang mendapatkan prioritas berikutnya, sehingga dari perencanaan inilah diharapkan partisipasi masyarakat muncul dan pemberdayaan sumber daya manusia yang optimal. Pada akhirnya akan mewujudkan suatu kondisi masyarakat yang madani (Civil Society) seperti yang dicita-citakan oleh pemerintahan sekarang.

materi planning

Management by objectives
From Wikipedia, the free encyclopedia
Jump to: navigation, search

Management by Objectives (MBO) is a process of defining objectives within an organization so that management and employees agree to the objectives and understand what they need to do in the organization.

The term "management by objectives" was first popularized by Peter Drucker in his 1954 book 'The Practice of Management'.[1]

The essence of MBO is participative goal setting, choosing course of actions and decision making. An important part of the MBO is the measurement and the comparison of the employee’s actual performance with the standards set. Ideally, when employees themselves have been involved with the goal setting and choosing the course of action to be followed by them, they are more likely to fulfill their responsibilities.

According to George S. Odiorne, the system of management by objectives can be described as a process whereby the superior and subordinate managers of an organization jointly identify its common goals, define each individual's major areas of responsibility in terms of the results expected of him, and use these measures as guides for operating the unit and assessing the contribution of each of its members.[2]
Contents
[hide]

* 1 Features and Advantages
o 1.1 Unique features and advantages of the MBO process
* 2 Domains and levels
* 3 Practice
* 4 Limitations
* 5 Arguments Against
* 6 See also
* 7 References

[edit] Features and Advantages
[edit] Unique features and advantages of the MBO process

The basic principle behind Management by Objectives (MBO) is for employees to have a clear understanding of the roles and responsibilities expected of them. They can then understand how their activities relate to the achievement of the organization's goal. MBO also places importance on fulfilling the personal goals of each employee.

Some of the important features and advantages of MBO are:

1. Motivation – Involving employees in the whole process of goal setting and increasing employee empowerment. This increases employee job satisfaction and commitment.
2. Better communication and Coordination – Frequent reviews and interactions between superiors and subordinates helps to maintain harmonious relationships within the organization and also to solve many problems.
3. Clarity of goals
4. Subordinates tend to have a higher commitment to objectives they set for themselves than those imposed on them by another person.
5. Managers can ensure that objectives of the subordinates are linked to the organization's objectives.

[edit] Domains and levels

Objectives can be set in all domains of activities (production, marketing, services, sales, R&D, human resources, finance, information systems etc.).

Some objectives are collective, for a whole department or the whole company, others can be individualized.
[edit] Practice

Objectives need quantifying and monitoring. Reliable management information systems are needed to establish relevant objectives and monitor their "reach ratio" in an objective way. Pay incentives (bonuses) are often linked to results in reaching the objectives.
[edit] Limitations

There are several limitations to the assumptive base underlying the impact of managing by objectives, including:

1. It over-emphasizes the setting of goals over the working of a plan as a driver of outcomes.

2. It underemphasizes the importance of the environment or context in which the goals are set. That context includes everything from the availability and quality of resources, to relative buy-in by leadership and stake-holders. As an example of the influence of management buy-in as a contextual influencer, in a 1991 comprehensive review of thirty years of research on the impact of Management by Objectives, Robert Rodgers and John Hunter concluded that companies whose CEOs demonstrated high commitment to MBO showed, on average, a 56% gain in productivity. Companies with CEOs who showed low commitment only saw a 6% gain in productivity.

3. Companies evaluated their employees by comparing them with the "ideal" employee. Trait appraisal only looks at what employees should be, not at what they should do.

When this approach is not properly set, agreed and managed by organizations, self-centered employees might be prone to distort results, falsely representing achievement of targets that were set in a short-term, narrow fashion. In this case, managing by objectives would be counterproductive.

The use of MBO must be carefully aligned with the culture of the organization. While MBO is not as fashionable as it was before, it still has its place in management today. The key difference is that rather than 'set' objectives from a cascade process, objectives are discussed and agreed upon. Employees are often involved in this process, which can be advantageous.

A saying around MBO -- "What gets measured gets done", ‘Why measure performance? Different purposes require different measures’ -- is perhaps the most famous aphorism of performance measurement; therefore, to avoid potential problems SMART and SMARTER objectives need to be agreed upon in the true sense rather than set.
[edit] Arguments Against

MBO has its detractors, notably among them W. Edwards Deming, who argued that a lack of understanding of systems commonly results in the misapplication of objectives.[3] Additionally, Deming stated that setting production targets will encourage resources to meet those targets through whatever means necessary, which usually results in poor quality.[4]

Point 7 of Deming's key principles encourages managers to abandon objectives in favour of leadership because he felt that a leader with an understanding of systems was more likely to guide workers to an appropriate solution than the incentive of an objective. Deming also pointed out that Drucker warned managers that a systemic view was required [5] and felt that Drucker's warning went largely unheeded by the practitioners of MBO.